MAKALAH HERMENEUTIK UMUM




TUGASA MAKALAH
HERMENEUTIK UMUM


 


OLEH  :


STEFANUS MANGNGI PIGA


PAK 2O16








PROGRAMA PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI BETHEL INDONESIA
TAHUN AJARAN 2017-2O18


 PEMBAHASAN        
                                                                                                                          
A.  ANALISIS KONTEKS
Kata  konteks berasal dari dua kata latin con yang berarti bersama-sama atau menjadi satu, dan textus yang berarti “tersusun”, jadi konteks disini menunjuk kalimat atau bagian yang berada di sekitar ayat atau ayat-ayat yang ingin ditafsir,  bahkan ini dapat juga menunjuk seluruh isi kitab itu atau seluruh isi alkitab. Itu sebabnya konteks dapat dibagi konteks dekat dan konteks jauh.
·         Analisis konteks dekat
Pada dasarnya konteks dekat menunjuk bagian yang persis sebelum atau setelah ayat atau ayat-ayat yang ingin di tafsir. Analisis konteks berfokus pada bagian yang berdekatan dengan ayat atau ayat-ayat yang ingin ditafsir.
      Peyelidikan konteks  dekat penting karena membantu penafsir memastikan, bagian alkitab yang ingin ditafsir, merupakan unit yang utuh. Analisis konteks juga membantu penafsir memastikan makna kata, tata bahasa, modus, dan ragam sastra bagian alkitab yang sedang ditafsir. Tanpa mempertimbangkan konteks, upaya pemastian ini seringkali kurang berhasil. Tidak ada penafsir ( atau teolog, pengkhotbah, guru) dapat menjelasakan suatu bagian alkitab yang ditafsir tanpa memeperhatikan konteks. Tafsiran (atau teologi, khotbah, bahan pelajaran). Akan mudah sekali berubah menjadi penyampaian pendapat pribadi jika tidak memperhatikan konteks ayat atau ayat-ayat yang ingin dijelaskannya. Dan ini sangat bahaya.
      Lalu yang tidak kala pentingnya analisis konteks berguna untuk menemukan tujuan dan maksud ayat atau ayat-ayat yang ingin ditafsir.
      Contoh: lukas 18:5  berbunyi, sebab lebih mudah seekor unta masu kmelalui   lubang jarum daripada seorang kaya masuk kedalam kerajaan Allah  apakah ini berarti tidak ada seorang kaya pun yang masuk kedalam kerajaan Allah? Mengapa Tuhan Yesus mengambil sikap yang begitu keras terhadap orang kaya? Bagaiamana ayat ini dipahami dengan surat efesus 2:8-9 ? ayat ini tidak dapat dijawab, atau lebih tepat, tidak dapat ditafsir dengan tepat tanpa penyelididkan konteks.
·         Analisis konteks jauh
Analisis konteks jauh menyelidki konteks yang lebih jauh atau luas dibandingkan dengan konteks dekat. Analisis ini tidak berkaitan secara langsung dengan upaya memastikan unit kecil yang menjadi dasar khotbah, atau makna kata, tata bahasa dan modus, namun analisis ini  berperanan menemukan alur pemikiran, tujuan dan maksud ayat atau ayat-ayat yang ingin ditafsir, bahkan seluruh isi alkitab. Analisis ini biasanya mencakup konsep yang ditemukan pada kitab itu sendiri, namun bila  perlu penafsir  boleh lebih memperluas penyeling berhubungidkan yang mencakup kitab-kitab  yang ditulis penulis yang sama, kitab-kitab  yang ada hubungan, bahkan seluruh isi alkitab.
Ø  itu sendiri. Kitab
Dalam penyelidikan konteks jauh konteks yang ditemukan pada kitab yang terkait merupakan konsep yang paling penting.konteks ini perlu diselididki dengan teliti dari beberapa sudut, paling tidak penafsir perlu memperhatikan:
1)      Konteks yang bersifat historis
Penafsir perlu menaruh perhatian kepada informasi yang berhubungan dengan tokoh, peristiwa,kronologi, atau geografi.
2)      Konteks yang bersifat teologi atau logis.
Hubungan konteks juga dapat ditelusuri dari sudut teologis, dan logis. Jadi dibaca dari sudut logis, hubungan surat flp 1:3 dengan ayat 5 lebih erat dari pada ayat 4.
3)      Kitab-kitab yang ditulis penulis yang sama.
Ada sejumlah kitab mempunyai hubungan erat satu dengan yang lain karena ditulis oleh toko yang sama. Jadi apa yang ditulisnya dalam salah satu kitab perlu dirujuk kepada kitab lain.
Contoh  : Paulus menulis dua pucuk surat kepada jemaat dikorintus. Kedua surat ini perlu dipelajari bersamaan agar penafsir dapat mengikuti apa yang terjadi di korintus, dan komunikasi yang terjalin anatara rasul paulus dan jemaat di korintus.
4)      Kitab-kitab yang ada hubungan.
Ada sejumlah kitab yang tidakditulis oleh penulis yang sama, namun diantara mereka, ada hubungan yang cukup erat karena faktor tujuan, ragam sastra, tanggal penulisan, atau pembaca kitab.
         Selain itu dlam analisis konteks jauh sebuah kitab perlu diperhatikan jika:
Ø  Kitab itu memiliki kata, ungkapan, khususnya ide yang sama atau dekat.
Ø  Kitab itu memiliki latar belakang yang dekat.
Ø  Kitab itu mencatat informasi yang sejajar.
Ø  Kitab itu mencatat kisah, peristiwa, ajaran, atau kronologi yang berkaitan.
Dalam analisis konteks jauh penafsir perlu memperhatikan persamaan dan perbedaan kitab-kitab, janganlah menetrapakan tujuan tujuan dan isi sebuah kitab kepada kitab lain.
·         Beberapa prinsisp umum
Ø  Ayat atau ayat yang ingin ditafsir harus merupakan unit yang utuh.
Ø  Jangan mencari-cari hubungan konteks jika memenag tidak ada.
Ø  Bertolak belakang dengan butir di atas adakala penafsir perlu meneliti dengan lebih tekun untuk menemukan hubungan konteks.
Ø  Pembacaan yang berulang-ulang dengan disertai observasi yang teliti merupakan metode yang ampuh.
Ø  Perhatikan kata penhubung seperti:dan, kemudian, maka, tetapi, sementara, karena itu, dan lain-lain.
Ø  Perhatikan topik utama atau kata penting.
Ø  Makain sedikit jumlah ayat yang ingin ditafsir makin besar kemungkinan melalaikan konteksnya.
Ø  Konteks kitab yang bersangkutan atau alkitab, memnerikan makna,atau penjelasan yang paling akurat.
Ø  Dengan membandingkan beberapa terjemahan yang tidak sama, penafsir dapat beroleh gambaran berbeda.

Tahap pertama dalam memepelajari alkitab secara serius adalah mempertimbangkan konteks yang lebih luas tempat suatu perikop berada.
Dua hal perlu dipertimbangkan di awal memepelajari alkitab dan untuk mengetahui situasi yang di bahas oleh suatu alkitab harus melalui kedua aspek yaitu:
1.      KONTEKS SEJARAH
Dalam konteks sejarah reformasi dalam latar belakang sejarah dari suatu kitab tersedia di sejumlah sumber, mungkin sumber tunggal, yang paling baik adalah pengantar dari buku-buku tafsiran yang baik, sangatlah penting menggunakana karya –karya hasilpenelitian yang baik, sangatlah penting menggunakan karya-karya hasil penelitian yang baik yang terkini karena adanya ledakan informasi yang di hasilkan dalam beberapa dekade terakhir,penegantar-pengantar perjanjian lama dan perjanjian baru merupakan penolong yang luar biasa , karena mereka berinteraksi lebih luas ketimbang yang biasanya dilakuakan oleh buku tafsiran, buku-buku menegenai teologi perjanjian lama dan perjanjian baru, ( sepertibuku george ladd ), seringkali menolong kita menemukan teologi  darimasin-masing kitab.
Pada tahap ini kita meneggunakan sumber-sumber sekunder untuk memepelajari data awal untuk menafsirkan suatu teks, nilai pembacaan awal ini adalah mengalihkan kita dari prespektif abad 21 dan membuat kita sadar menegenai situasi masa lalu di balik teks, dan kita perlu mempertimbangkan:
1.      Kepenulisan.
Dalam suatu penegertian, kepenulisan lebih penting untuk penyelididkan kritis sejarah ketimbang untuk eksegesis sejarah tata bahasa. Akan tetapi aspek ini masih bisa menolong kita untuk menempatakan suatu kitab dalam sejarah.
2.      Penanggalan.
Suatu karya tulis juga memberikan kepada kita suatu bentuk peralatan penafsiaran untuk mengetahui makna dari suatu teks.
3.      Dituju sebagai pemebaca.
Sebagai pembaca suatu karya memainakan peran penting dalam mendapatakan makana dari suatu perikop.
4.      Tujuan dan tema-tema
Kemungkinan merupakan aspek terpenting dan semua aspek yang sudah disebutkan di atas sebagai alat bantu untuk penafsiran. Kita jangan mempelajari perikop apapun tanpa suatu penegetahuan dasar mnegenai masalah-masalah dan situasi-situasi yang di bahas dalam suatu kitab yang dipakai penulis untuk membahas masalah-masalah tersebut.hal tersebut memang sangat meneolong sebagai suatu alat penafsiran. Dan tujuannya adalah untuk mempersempit aturan-aturan penafsiran agar kita dapat menanyakan pertanyaan yang tepat,mengarahkan kita kembali ke zaman budaya pengarang asli dan situasi di balik teks.

2.      KONTEKS LOGIS
Pada kenyataanya  konteks logis memang di mengerti sebagai faktor yang paling mendasar dalam penafsiran alkitab. Istilah konteks logis sendiri memiliki serangkaian paragraph-paragraph yang luas atau suatu teks ini dapat diggambarkan dengan baik sebagai serangkaian lingkaran konsenteris.
Tatakala kita bergerak semakin ke tengah, pengaruh terhadap makna dari suatu perikop semakin meningkat. Genre, misalnya mengenali jenis literatur dan menolong penafsir untuk mengenali bagian-bagian yang paralel, namun pengaruhnya tidak seperti pengaruh kitab suci melihat suatu perikop sebagai bagian dari  keseluruhan. Misalnay kita dapat menegenali kitab wahyu sebagai jenis tulisan apokaliptik, dan meskipun jenis tulisan apokaliptik di zaman interstemental dan hellenistik menyediakan paralel yang penting, hampir semua simbolnya di ambil dari perjnajian lama.
Dua aspek membentuk apa yang sering di sebut belajar alkitab secara induktif yaitu membuat bagan keseluruhan suatu kitab dan membuat diagram dari paragraf-paragrafnya.
a)      Memepelajari keseluruhan : membuat bagan suatu kitab
Hanya pada saat pesan dari keseluruhan perikop telah diperatikan barulah bagian-bagiannya  dapat dipelajari untuk mendapatkan detail-detail pesan intinya.
Dalam praktiknya,proses hermeneutic dapat di rangkum dengan cara berikut:
·         Pertama, kita membuat bagan keseluruhan dari satu kitab untuk mengaanlisis alur pikiran yang ada di dalam kitab tersebut dalam bentuk awal, selanjutanya kita memepelajari setiap bagian secara intensif untuk melihat  semua argumentasi yang ada di dalamnya.
·         Kedua, kita menyusun kembali perkembangan pemikiran keseluruhan dalam hubungannya dengan bagian-bagiannya. Kita bergerak dari keseluruhan kitab kepada bagian-bagian yang utama dari kitab tersebut dan kemudian kepada paragraf-paragrafnya dan terakhir kepada kalimat-kalimatnya secara individu.
          Mortimer Adler dan Charles van Doren, dalam karya klasik mereka yang berjudul  How to read a Book, membahas empat tingkatan dalam membaca:
·         Pembacaan Awal.
Yang berpusat pada identitas dari istilah-istilah dan kalimat-kaliamt secara individu.
·         Pembacaan inspeksional.
Yaitu dengan membaca sekilas suatu buku untuk memperoleh stuktur dasar dan ide-ide utama.
·         Pembacaan anlitis.
Adalah dengan mempelajari buku itu secara mendalam untuk memahami pesan dari buku tersebut  selengkap mungkin.
·         Pembacaan sintopikal.
Adalah dengan membandingkan pesan buku  yang dibaca dengan buku-buku lain yang serupa untuk membangun suatu analisis yang mendetail dan asli dari apa yang menjadi subjek pembahasan.
Adler dan Van Doren mengembangkan pembacaan inspeksional yaitu:
Ø  Pertama, dlakukan suatu prapembacaan ,yaitu memeriksa bagian –bagian pendahuluan, (prakata, daftar isi,indeks), dan kemudian membaca sekilas pasal-pasal dan paragraf-paragraf kunci untuk memastikan alur dan bentuk umum suatu buku.
Ø  Kedua, dilakukan pembacaan sambil lalu terhadap seluruh kitab tanpa berhenti untuk memikirkan paragraf-pragraf dan konsep-konsep yang sulit satu persatu. Ini memampukan kita merunut danmemahami ide-ide utama sebelum kita tersesat di dalam detail-detail yang spesifik.
  Disini sangat penting  untuk menggunakan alkitab yang memiliki pembagian paragraf yang baik, dan kita harus ingat bahwa pembagian ayat dan pasal itu bukan suatu yang diinspirasikan.,kenyataanya alkitab tidak pernah di bagi dalam ayat-ayat sampai tahun 1551, ketika seorang penerbit dari paris, yang bernama tephanus, mebagi keseluruhan alkitab kedalam ayat-ayat ketika ia menerbitkan alkitab versi yunaninya yang terbaru, ini d dilakukannya selam lebih dari enm bulan. Menurut tradisi stephanus melakukannya selam ia menannggung kuda dan pembagian-pembagian yang terjadi merupakan hasil dari derapan kuda yang menggerakan penannya, sehingga dari keputusan dari pembagian ayat tersebut keliru. Namaun versi alkitab yang diterbitkan oleh stephanus ini menjadi begitu popular sehingga tidak ada seorangpun yang berani mengubah  hasilnya, dan pembagianya terus dipakai sampai sekarang,
Kesulitan paling besar bagi pemula untuk belajar, adalah bagaimana membaca sekilas tiap paragraf dan merangkum tema-tema utamanya. Jika kita membaca paragraf dengan terlalu mendetail peryataan rangkuman seringkali hanya mencerminkan beberapa kaliamat pertama di awal paragraf ketimbanag paragraf secara keseluruhan, kekliruan semacam ini dapat membengkokkan hasil dari seluruh penyelidikan alkitab, jadi cobslah merangkum keseluruhan paragraf.
Kesulitan lain adalah metode untuk menandai batas-batas pola utama. Meskipun setiap perikop alkitab memiliki suatu pengaturan yang memiliki makna, pola pemikiran sering kali tidak mudah ditemukan.
Dougles Stuart menyatakan: cobalah mengenali pola-pola,terutama mencari fitur-fitur kunci seperti perkembangan, pengulangan suatu hal atua pemikiran bentuk frasa yang unik kata-kata yang sentral atau menentukan paralelisme, kiasme, inklusi, dan pola-pola repitisi dan progresi yang lain. Kunci untuk pola-pola itu paling sering berupa repitisi dan progresi.
Walter Kaiser menyediakan detail yang lebih banyak, mendata 8 petunjuk untuk menemukan sambungan-sambungan seperti ini di anatara unit-unit pemikiran.
·         Istilah-istilah, frasa, klausa atuau kalimat yang di ulangi dapat berlaku sebagai awal untuk memperkenalkan setiap bagian atau sebagai kolofon ( tanda akhir ) untukmenyimpulkan masing-masing bagian.
·         Sering kali dapat petunjuk dari tata bahasa seperti konjungsi atau adverbia trdisional misalnya kemudian, maka,oleh sebab itu, namun, akan tetapi, sementara itu, dan kata-kata yunani oun, de, kai, tote, dio.
·         Suatu pertanyaan retoris dapat menjadi tanda dari-pergantian dari suatu tema, dan bagian yang baru.
·         Suatu perubahan waktu, lokasi atau latar merupakan alat yang sering di pskai khususnya dalam konteks narasi, untuk  menunjukan suatu tema, atau bagian yang baru.
·         Suatu bentuk vokatif dari sapaan yang secara nyata menunjukan suatu peralihan perhatian dari satu kelompok  kepada kelompok lain merupakan salahsatu alat yang sangat penting.
·         Suatu perubahan dalam penanda waktu 
·         Repitisi kata kunci
·         Dalam beberapa  kasus,tema dari setiap bagian akan diumumkan sebagai judul bagi bagian itu, di dalam kasus yang tidak lazim itu,
·         Tipe-tipe dasar dari batas-batas ini akan membantu kite ketika kita membaca sekilas paragraf-paragraf dan merangkum isinya.

Ada beberapa tahap dalam proses menyelidiki atau melihat  bagan yaitu:
Ø  Tahap pertama adalah yaitu cara yang paling efisien untuk membaca sepintas paragraf-paragraf adalah dengan pena di tangan.
Ø  Tahap kedua, setelah memnbuat bagan kitab, sekarng waktunta untuk kembali dan mencari pola-pola pemikiran di dalam progresif paragraf kitab itu.
Ø  Tahap terakhir adalah membagi lagi bagian-bagian dalam bagan ke dalam unit-unit utama dengan tanda garis tanda
Selain itu, kita memang perlu brtanya apakah metode sama bisa berlaku juga untuk kitab-kitab yang lebih panjang seperti yesaya dan yeremia. Meskipun lebih sulit, saya sunguh-sungguh yakin bahawa metode tersebut cukup menolong.
b)      Memepelajari bagian-bagian membuat diagram dari paragraf
Ada beberapa model diagram yaitu:
Ø  Diagaram blok
Diagram ini berfungsi untuk pada tingkat klausa dan menyediakan suatu tinjauan umum yang lebih baik.
Metode blok memang memiliki beberapa kekurangan,misalnya (1) metode ini tidak menunjukan detail sebanyak dua metode lainnya akan tiga kelebihan yang menutupi metode ini menutupi kelemahanya:metode ini lebih mudah dan memakan sedikit waktu, sehingga mendorong pendeta atau orang awam yang sibuk untuk terus menggunakanya. (2) Dan sebagaian besar hubungan lainnya, seperti adjektiva, nomina yang menerangkan, adverbia atau frasa-frasa prepsisional yang menerangkan verbal.
Ø  Diagram kata
Ø  Diagram frasa
Ø  Diagaram kalimat
Tujuan dari diagram ini adalah untuk menunjukan alur pikiran suatu paragraf sesederahan mungkin ketimbang untuk meamstikan detail-detail thata bahasa.
Hal pertama yang perlu dikerjakan dalam diagram kaliamat adalah membedakan klausa-klausa mayor dan minor.
Klausa adalah bagian dari kalimat yang mengandung satu subjek dan satu predikat, misalnya,saya melihat anak laki-laki itu ( kalausa utama) atau ‘saya melihat anak laki-laki itu’ (klausa subrodinatif atau klausa minor), perbedaan di anatara keduanya  adalah bahwa yang pertama dapat berdiri sendiri sebagai satu kalimat sementara yang kedua tidak  dapat.
Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam diagram blok yaitu:
Ø  Pertama, Anah panah harus menunjuk kepada istilah yang diterangkannya, sementara klausa-klausa atau frasa subrodinatifnya diberi stengah inci melewati klausa yang mereka terangkan.
Ø  Kedua, seringkali ada serangkaian klausa yang di beri enden (spasi) yaitu klausa minor, yang menerangkan klausa minor lainnya.
Ø  Klausa-klausa atau frasa-frasa paralel saling dihuhubungkan oleh sebuah anak panah ( jika Klaus atau frasa tersebut adalahklausa atau frasa subrodinatif seperti duafrasa dari efesus 1 : 5-6)

Suatu garis besar akan menyesuaikan diri dengan pengaturan dari teks:
1.      Keadaan perendahan diri( flp. 2:6-8)
A.    Keadaan pikiran ( ay. 6)
1.      Esensi-Nya
2.      Keputusan-Nya
B.     Keadan keberadaan-Nya
1.      Inkarnasi-Nya ( ay. 7)
a.       Esensi-Nya
b.      Keserupaan-Nya
2.      Perenahan diri-Nya
a.       Penampilan-Nya
b.      Ketaatan-Nya
11 . Keadaan peninggalan ( flp 2:9-11)
A.    Peninggian oleh Allah ( ay. 9 )
1.      Keadaan-Nya yang baru
2.      Nama-Nya yang agung
B.     Peninggian oleh manusia dan segala ciptaan ( ay. 10-11)
1.      Peninggian melalaui penundukan diri ( ay. 10)
2.      Peninggian melaluai pengakuan ( ay . 11)
a.       Keuniversalnya
b.      Isinya
c.       Hasilnya
Akan tetapi perikop-perikop perjanjin lama berbeda, hal pertama yang harus kita perhatikan mengenai perikop-perikop tersebut adalah kurangnya klausa-klausa subordinat. Membuat diagram dalam perjannjian lama tidak cukup membanatu seperti dalam perjanjian baru karena bahasa ibrani tidakbegitu banayak menggunakan konjungsi. Perikop-perikop dan puisi dan narasi umumnya berisi klausa-klausa utama. Dlam prosa konjungsi utama atau klausa dan sangat menonjol. Oleh sebab itu, kita perlu mencari pola-pola retoris dan memperhatikan dimana ide-idenya berubah.

POLA-POLA KOMPOSISI DAN RETORIS
Ketika sedang membuat diagram perkembanagan struktur dari ide-ide dalam suatu paragraf, sering kali seorang bertemu dengan teknik retoris, yaitumetode gaya bahasa untuk membuat suatu berita menjadi jelas. Inimenyediakan konteks bagi tahap ketiga dan terakhir dimana suati ide di temukan, yaitu tingkat makro dari polapenataan suatu kitab secara keseluruhan dan tingkat antara dari paragraf serta teknik-teknik komposisi yang digunakan dalam paragraf-pragraf.
Sejumlah tipe relasi yang berbeda ada diantara ide-ide atau pemikiran-pemikiran. Akan tetapi untuk mengklasifikasi tipe-tipe relasi yang ada ini memang sulit.
Suatu pemahaman data dari tipe-tipe relasi yang ada ini terbukti sangat membantu tatkala mempelajari berbagai perikop dalam alkitab, adapun setiap tipe retorik yang ada dengan contoh dari kitab suci:

1.      Relasi kumpulan
           Menyambung ide-ide atau peristiwa-peristiwa  berdasarakan beberapa pokok persamaan,  Ini dalah tipe umum dari ciri retoris dalam dunia kuno, dan para rabi menyebutnya “ perangkaian matahari ’’  dan sering mengumpulkan teks-teks misianis bersama.
2.      Relasi sebab akibat dan masalah solusi
        Mengandung suatu tindakan sebelumnya (anteseden) dan suatu konsekuensi hasil.kita dapat memilih dari banyak ilustrasi , teguran yang dilakukan para nabi terhadap Israel sering kali dalam bentuk sebab akibat .misalanya  amos 2: 6-16 di mulai dengan suatu sebab .
3.      Perbandingan.
Memperlihatkan kemiripan-kemiripan atau kontras di antara ide-ide.sebuah contoh yang terkenal adalah kontras Adam-kristus dari roma 5:12-21
4.      Deskripsi.
Adalah suatu kategori yang luas yang mencakup klarifikasi atas suatu topik, peristiwa atau orang dengan informasi  lebih lanjut.
Prinsip perangkuman dapat ditempatkan di bawah kategori ini, karena rangkuman biasanya ditempatakan di akhir sebuah deskripsi panjang untuk meningkat seluruh bagian menjadi satu dan memperlihatkan tema dasar atau hasilnya.
5.      Pergeseran-pergeseran dalam pengharapan.
Mencakup banyak tipe komposisi, segnifikan dari pergeseran-pergeseran seperti itu tergantung pada fakta bahwa pembaca mengenal susunan kata, sintaksis, atau makna suatu kata, frasa, atau kalimat lengkap yang tidak
B   Bahasa
Semantic
Kata-kata menyediakan bangunan dari makna, tata bahasa, dan sintaksis menyediakan rancangannya. Akan tetapi, akhir-akhir ini semantic (menentukan makna kata) lebih merupakan suatu seni ketimbang ilmu. Sejak abad ke-20 semantik telah benar-benar sebagai ilmu linguistic yang dapat berdiri sendiri. Karya monumental james barr the semantic of biblica language (1961) pertamakali menerapkan prinsip-prinsip linguistic secara ilmiah dalam studi alkitab sebelumnya, para ahli berfikir bahwa makna dari suatu kata dapat ditemukan dalam perkembangan historinya (tesis value 1 mengenai semantika pertamakali ditebitkan oleh Michel breal pada tahun 1897) betapa lebih sulit lagi untuk menuntaskan masalah ini dalam suatu bab.
Pada umumnya para ahli bahasa modern menyadari sentralitas dan kontek sastra dan sejarah yaitu, dimensi-dimensi linguistic dan ekstra linguistic, bagi semua masalah makna.  Mengikuti J. L Ausin, Alston mengusulkan suatu pendekatan: “Ilokusioner “yaitu penentuan kondisi aktual yang mengomunikasikan makna. Kondisi-kondisi ini harus peka terhadap budaya ; kondisi-kondisi ii harusnya berjalan sejalan dengan cara tiap budaya berkomunikasi.

Kekeliruan-Kekeliruan Semantik
1.      Kekeliruan Leksikal, sudah menjadi hal yang lazim, khususnya sejak permunculan theological Dictonary of the New tastement dari Kittle (TDNT, 1932-1977) dan juga dengan kamus yang sama mengenai perjanjian lama (1970- ), untuk menganggap bahwa studi kata dapat menyelesaikan perdebatan theologis. Misalnya, sebagian orang menganggap suatu keputusan berkenan dengan apakah khepale berarti “sumber” atau “otoritas” dalam 1 kor 11:2 atau Efs 5:23-24 akan menyelesaikan masalah tentang peran wanita digereja dan dirumah. Meskipun tidak ada yang megakuinya secra terbuka, waktu yang digunakan untuk melacak istilah itu melalui literature yunani yang masih ada sangatlah besar dan sangat sedikit waktu yang digunakan dalam memperhatikan knteks dari istilah itu. Ini bukan untuk membantah bidang ilmu semantic yang sudah mapan melainkan untuk mengenali sentralitas dari konteks dekat. Kekeliruan ini dapat terjadi dalam karya-karya yang memiliki kualitas tertinggi. Silvia (1983:23) melihat penekanan yang berlebihan pada studi kata dalam The Faithful Sayings in the Pastoral Letters dari George Knight (1968).
2.      Kekeliuan akar kata, kekeliruan ini terjadi karena menganggap bahwa akar dari suatu istilah dan kata-kata yang yang seasalnya mengusung suatu arti dasar yang tercermin dalam setiap pengguna subordinat dari istilah tersebu maupun kata-kata seasalnya.  Rasanya telah diyakini secara umum  bahwa dalam bahasa ibrani ada satu “makna dasar” yang dapat diperlakukan ke semua variasi dari suatu akar kata yang diberikan oleh afiks dan elemen, dimana “makna dasar” itu secara meyakinkan dapat dipakai menjadi bagian dari nilai semantic yang aktual dari setiap kata atau bentuk yang terkait dengan suatu akar yang dapat dikenali; dan setiap kata biasa dipakai untuk memberikan semacam gagsan untuk kata-kata lain yang dibentuk dari akar kata yang sama. Kekeliruan ini sangat terkait dengan etimologi, dan faktanya banyak ahli mempersamakan keduanya. akan tetapi, keduanya memiliki dua  aspek yang ingin saya pisahkan: keyakinan bahwa suatu makna dasar dapat dijumpai dalam semua bentuk di bawahnya (kekeliruan akar kata), dan keyakinan bahwa perkembangan sejarah dan dari suatu istilah menentukan maknanya yang sekarang (kekeliruan leksikal), Etimologi akan menjadi istilah utama yang meliputi kedua aspek itu.
3. penggunaan yang tidak tepat atas etimologi. Penggunaan yang tidak tepat atas etimologi sesungguhnya mencangkup dua kekeliruan awal sebagai bagian didalamnya.  Etimologi itu sendiri adalah studi mengenai sejarah dari suatu istilah. Louwna melacak masalah itu sampai kepercayaan yunani kuno bahwa makna suatu kata berasal dari naturnya sendiri ketimbang dari konvensi (1982). Oleh karena itu para ahli sekarang percaya bahwa kunci menuju makna suatu kata terletak pada asal kata itu dan sejarahnya. Anggapan perkembangan “Linear” ini merupakan penyebab penggunaan yang keliru atas etimologi, anggapan ini melihat pengguna masa lampau atas suatu kata dapat diterapkan pada makna dimasa kini.
4. penggunaan yang tidak tepat atas makna yang kemudian. Masalah yang berlawanan dari etimologi muncul ketika kita manggunakan makna yang kemudian ke dalam materi-materi yang ada dalam Alkitab. Ini terjadi misalnya, ketika martys (saksi) ditafsirkan dalam makna kata itu diabad keduanya yaitu “mati sebagai martir” atau tatkala “ikan” dari yohanes 21:11-14 dijadikan simbol dari Ekaristi karena kehadiran dalam sakramen gereja setelah masa itu. Walter Kaiser mencetuskan Frasa “analogi anteseden kitab suci” untuk merunjuk pada proses penafsiran theologi yang ada dibalik suatu teks. Ini artinya  kita harus menafsirkan suatu istilah theologis bukan berdasarkan apa makna istilah itu di masa lalu, khususnya tatkala makna masa lalu itu telah mengaruhi pengguna masa sekarang atas istilah itu.
5. kekeliruan makna – tunggal.  Adakalanya kita menghadapi pandangan bahwa setiap permunculan dari suatu istilah ibrani atau yunani harus diterjemahkan dengan kata bahasa inggris yang sama. Tentusaja ini sangat berhubungan dengan kekeliruan akar kata yang telah dijelaskan sebelumnya. Alkitab Concordant Version telah melakuan hal ini dengan kegagalan yang parah. Masalahnya adalah pandangan yang salah tentang bahasa. Seperti, rata-rata seseorang memiliki kosakata sebanyak dua puluh ribu kata. Perhitungan matematika secara sederhana saja menuntut kata-kata itu harus  digunakan dalam banyak kombinasi yang berbeda dengan banyak makna yang berbeda untuk memenuhi kebutuhan. Biasanya, beberapa istilah yang sangat teknis (seperti yang ada didalam IPTEK) biasanya memiliki satu makna tunggal, tetapi tidak dengan kata-kata yang dipakai dalam bahasa sehari-hari.
6. penggunaan yang tidak tepat atas bagian-bagian pararel. Pembagian yang tidak tepat atas bagian-bagian pararel menyebabkan salah satu dari kekeliruan yang sering terjadi. Suatu artikel yang sangat baik oleh Robert Kysar (1970) menunjuk bahwa Rudolf Bultmann dan C.H. Dodd dalam tafsiran mereka atas injil Yohanes (khususnya bagian prolog) menggunakan sumber-sumber pembuktian yang sama sekali berbeda untuk “membuktikan ” teori masing-masing. Jarang sekali yang mempertimbangkan perikop-perikop parapel yang dikemukakan oleh orang lain. Dengan kata lain, mereka hanya memilih bagian-bagian pararel yang akan mendukung pandangan-pandangan yang sudah mereka pegang sebelumnya. Ini terlalu sering terjadi dalam lingkungan para ahli. Bukannya melakukan suatu studi yang menyeluruh atas semua kemungkinan dari perikop-perikop yang pararel untuk menemukan bagian-bagian yang paling sesuai dengan konteks, para ahli hanya memilih perikop pararel yang paling disukai untuk suatu tesis dan mengabaikan perikop lainnya.


7. kekeliruan disjungtif. Sering dua pilihan dihadirkan dalam bentuk “either-or” (ini atau itu), memaksa para pembaca untuk memilih mesikpun diperlukan. Carson menhubungkan kekeliruan jenis ini dengan “suatu penggunaan bukti secara merugikan,” yang mengajukan data dengan cara sedemikian rupa sehingga pembaca dipengaruhi untuk mengarah kepada arah yang sebenarnya tidak diminta oleh suatu bukti.
8. Kekeliruan kata. Suatu masalah utama lainnya adalah kegagalan untuk memperhatikan konsep dan juga kata, yaitu para penulis Alkitab mengatakan hal yang sama dari kata yang berbeda. Secara umum mencangkup sinonim; salah satu tujuan New International Dictionary of New Testament (NIDNTT) dibuat adalah untuk mengoreksi kekeliruan dasardalam TDNT. Akan tetapi, seperti apa yang telah dikatakan oleh Moses Silva, bahkan dalam NINDNTT “pengelompokan istilah-istilah yang memiliki hubungan-hubungan semantik tidaklah benar-benar memperlihatkan kepekaan kepada teori linguistik; kelihatannya pengelompokan itu dilakukan untuk kenyamanan semata. Kita hanya jangan pernah mempelajari pemunculan-pemunculan dari istilah tertentu jika tujuan kita adalah untuk melacak theologi yang ada di balik suatu kata atau frasa. Studi seperti itu memang dapat membantu menentukan jangkauan semantik dari istilah tertentu itu namun tidak dapat merangkum jangkauan pemikiran pengarang atau pengajaran Alkitabnya. Tidak seorangpun dari kita menggunakan kata-kata yang persis sama untuk melukiskan pemikiran-pemikiran kita. Melainkan, kita menggunakan sinonim-sinonim dan frasa-frasa lain  untuk menggambarkan ide-ide kita.
9. mengabaikan konteks. Mengabaikan konteks bisa jadi dikatakan merupakan kekeliruan dasar yang meliputi kekeliruan lainnya dan membuat kekeliruan lain terjadi. Misalnya, etimologi disalah gunakan sebagai pembentuk makna ketika suatu istilah diakronis lebih diprioritaskan daripada konteksnya saya telah mengatakan sebelumnya bahwa konteks dan jangkauan semantik yang berlaku pada waktu itu dari suatu kata merupakan dua aspek dari dimensi diakronis. Kegagalan untuk memperhatikan konteks mungkin merupakan kekeliruan yang paling sering terjadi, karena mayoritas tafsiran diatur menurut pendekatan kata per kata yang biasanya mengisolasi tiap kata dari istilah-istilah lain sekitarnya dan sebagai akibatnya gagal menempatkan berita dari teks itu secara utuh sebagai suatu keseluruhan yang koheren.

Teori Dasar Semantik
1.      Makna.
Kevin Vanhoozer memberikan suatu definisi yang diperluas mengenai “makna” sebagai suatu “maksud yang diletakan” oleh penulis (antara lain, bukan keadaan mental melainkan tindakan menulis yang diarahkan) dimana maksud tersebut kemudian “letakkan ... didalam satu stuktur verbal yang stabil” dan “ditampilkan” untuk dibagikan kepada para pembaca. Satu hal yang mendapat kesepakatan utama dari para ahli semantik adalah makna bukanlah properti yang melekat pada kata-kata. Nida menyediakan suatu definisi yang baik tentang makna sebagai “seperangkat relasi dimana sebuah simbol verbal merupakan sebuah tanda“ dan menambahkan bahwa suatu kata harus dipahami sebagai “satu tanda atau simboluntuk makna ini dan itu”.
Teori tentang makna ini dapat dilikiskan dalam banyak cara. Perhatikanlah penggunaan dari peirasmos dalam Yakobus 1:2 dan Yakobus 1:12-13. Kata itu sendiri tidak mempunyai makna melainkan hanya kemungkinan makna. Kata tersebut merupakan suatu simbol yang menanti suatu konteks, di sana makanya akan ditentukan oleh interaksi di dalam suatu kalimat.
2.      Pengertian dan rujukan.
Kita umumnya tumbuh dengan suatu bentuk teori rujukan makna. Teori ini mengatakan suatu kaitan langsung antara suatu kata sebagai simbol dan hal yang dirujuk. Namun masalahnya adalah kata-kata tidak selalu “menamai” realitas dibalik mereka. Kita dapat mempelajari apakah suatu istilah itu seluruhnya atau umumnya rujukan (yaitu, suatu istilah teknis) melalui apa yang disebut oleh para ahli bahasa dengan “kata dan hal” (seperti yang diterapkan pada TDNT).  Metode ini mengasumsikan suatu identitas antara kata dan “hal” yang dirujuk oleh kata itu dan kemudian mendefinisikan “hal”  yang dirujuk oleh kata itu dengan istilah-istilah yang pasti.
3.      Linguistik Struktural.
Pengertian dari suatu istilah bergantung pada fungsinya di dalam unit linguistik yanglebih besar, yaitu kalimat. Mewujudkan hal ini merupakan inti dari pandangan struktural mengenai bahasa. Saussure mengenali tiga prinsip fundamental di balik linguistik modern. Dua telah kita lihat (natur tidak tetap dari kata sebagai simbol, dan sentralis dari studi diagnosis atas bahasa). Prinsip Fundamental ketiga adalah sentralis dari struktur untuk menemukan makna. Ia mendasarkan sistemnya dalam perbedaan antara hubungan sistematis dan pragmatis. Hubungan sintagmatis bersifat linier dan menjelaskan hubungan suatu kata dengan istilah-istilah lain yang mengelilinginya didalam suatu ucapan-tindakan, Seperti hubungan timbal balik dari konsep-konsep dalam “Allah adalah kasih.” Hubungan pradigmatis bersifat vertikal atau asosiatif, melihat istilah-istilah lain yang dapat menggantikannya, seperti kata-kata yang sinonim ketimbang “kasih” seseorang dapat berkata “baik” “penuh belas kasih” atau “murah hati”.
4.      Konteks.
Silva merangkumkan aksioma yang diterima secara universal berkenan dengan kepentingan tatkala ia memberikan “suatu fungsi yang bersifat menentukan kepada konteks; yaitu, suatu konteks tidak hanya menolongkita memahami makna; kontekslah yang menghasilkan makna.” Ada dua aspek dari konteks – historis dan logis untuk menggambarkan prolegomena menuju studi Alkitab yang serius. Disini akan membahas analisis yang serupa dan, sesuai kenvensi linguistik, yang akan disebut aspek sastra dan situasional.
Sawyer menyebut konteks sastra sebagai waktu “lingkungan linguistik” yang menghubungkan sistematika dengan beberapa aspek hermeneutika lain yang dibahas kemudian, seperti sintaksis dan genre. Sawyer memusatkan studinya pada stilistika, yaitu mengenai pengelompokan unit-unit semantik atas dasar tipe-tipe ungkapan yang serupa. Tentusaja ini menjadi wilayah abgi penyelidikan linguistik. Karena stilistika mengakui bahwa setiap penulis menggunakan bahasa secara berbeda. Pada waktu yang sama, setiap bahasa memiliki gaya bahasa tertentu yang lebih disukai (idiom, cara mengatakan banyak hal) yang seringkali menentukan pemilihan kata. Dua kekuatan ini bekerja dalam arah yang berlawanan: setiap gaya menghasilkan beragam ungkapan, norma-norma budaya menghasilkan penyesuaian (keserupaan atas ungkapan. Setiap orang yang mempelajari Firman harus peka terhadap kedua hal ini dan memperhatikian faktor-faktor gaya bahasa apakah yang terdapat dalam suatu konteks.

5.      Struktur Batin.
Struktur batin berurusan dengan hubungan gramatikal dasar dan semantik dari suatu kalimat. Itu jenis dengan terjemahan modern seperti New International Version. Melakukan parafrasa jika diperlukan namun tetap setia menghasilkan kembali yang asli. Akan tetapi, struktur batin mencari berita yang ada dibalik kata-kata. Bagi Studi Alkitab, struktur batinnya adalah kebenaran theologis yang tertanam dalam pernyataan. Struktur batin ini didasarkan atas gramatika transformasi dari Noam Chomsky. Struktur batin memberikan banyak dampak semantika. Chomsky mengajarkan bahwa dibalik struktur lain dari setiap pernyataan terdapat transformasi-transformasi linguistik, yaitu pesan dari suatu ajaran.  Banyak ahli semantis telah mengetahui kesalahan ini dan telah melihat dengan benar bahwa gramatika lahirlah yang mengendalikan transformasi-transformasi itu. Keduanya merupakan bagian-bagian yang saling bergantung dari suatu keseluruhan.
6.      Sintaksis dan Semantik.

Eugene Nida dan Charles Taber membahas dua faktor dasar yang memengaruhi makna (1974:56-63),dan ini akan menyediakan suatu rangkuman yang baik untuk paruhan pertama dari pembahasan mengenaik semantic structural.
Faktor pertama yang menuntun kepada makna adalah sintaksis.Apakah suatu kata digunakan sebagai Nomina,verba,atau adjektiva,ini akan membuat perbedaan yang sangat besar.Suatu makna dapat berubah secara radikal di tiap penggunaan sintaksis.Hal yang sama sering terjadi dengan kata-kata dalam alkitab. Kita harus selalu menanyakan apa kontribusi suatu istilah terhadap makna dari keseluruhan pernyataan,bukan hanya sekadar menanyakan tentang apa “makna”suatu istilah dalam konteks .Thiselton menggunakan konsep Wittgenstein mengenai “permainan bahasa”1977:1130-32;1980:373-79) untuk mengungkapkan kebenaran ini.setiap kata yang digunakan dalam suatu ucapan bukanlah merupakan suatu entitas didalam dirinya sendiri melainkan bagian dari suatu aktivita yang lebih besar yang didasarkan pada kehidupan setiap hari.
“Semotaksis” adalah faktor kedua dan merujuk kepada pengaruh dari kata-kata yang mengelilingi.Ini tentu dapat menjadi sangat kompleks.Karena semua unsur yang ada didalam suatu struktur lahir saling berinteraksi. Salah satu aspek yang menentukan berkenaan dengan modifikator. ( adjective, klausa-klausa subordinat dan seterusnya)
Dua tafsiran ini cukup berbeda namun masing-masing didasarakan pada hubungan-hubungan semotaksis yang jelas.Atas dasar kontek yang lebih besar yang harus dipilih penafsir.

7.      Jangkaun Semantis ( Makna )
Makna sekunder merupakan makna khusus yang seringkali memiliki suatu aspek dari pengertian primer namun hanya muncul dalam beberapa konteks.Sebagian besar dari kita tidak akan pernah terlibat didalam tipe riset yang mendetail seperti yang digambarkan disini.kita tidak akan memiliki waktu untuk melancak kembli setiap penggunaan suatu istilah di dalam konteks yang aslinya dan menata ulang hasil-hasilnya atas dasar teori semantic yang terkini .Namun jika kita mengetahui teorinya,kita dapat menggunakan sarana-sarana sekunder dengn pengertian dan kepekaan yang jauh lebih besar. Nah di bab ini dapat digunakan untuk berbagai tingkatan yang berbeda,dari pembacaan renungan yang serius sampai penulisan monograf-monograf yang utama.
8.      Makna konotatif
Nida dan Teber mengemukakan empat komponen dasar dari penerapan dinamis atas kata-kata didalam suatu konteks: elemen objek, peristiwa yang dikonotasikan,natur abstrak yang diperoleh dan relasi yang tersirat.Para penerjemah alkitab Wycliffe dan yang lainnya menggunakan kompleksitas OPAR ini untuk mengenali dengan lebih cepat tepat cara yang pasti suatu kata yang digunakan didalamkonteksnya dan menyediakan suatu panduan untuk memilih padanan dinamis suatu istilah dan frasa didalam bahasa penerima kedalam perikop yang diterjemahkan.


9. Medan makna/Riset paradigmatic :sinonim,antonym dan analis komponen 
Bagian ini membahas medan makna dari suatu konsep,bukan hanya yang beragam makna yang dapat dimiliki oleh suatu istilah didalam konteks-konteks yang berbeda melainkan istilah-istilah lain yang berhubungan dengannya.ini merupakan lawan dari “jangkuan makna” dan merujuk kepda jumlah kata dan frasa yang digunakan dalam abad pertama untuk suatu konsep tertentu.
10. Ambiguitas dan makna ganda
Dalam mempelajari aspek-aspek sintagmatis dan paradigmatic dari kata-kata,penting untuk memperhatikan tipe-tipe dan ketidakjelasan,adakalanya disengaja dan dilain waktu kelihatannya kebetulan,mungkin karena kita tidak memiliki cukup data untuk menafsir makna dari penulisAmbiguitas merupakan aspek yang paling sulit dari eksegesis.seringkali fenomena ambiguitas ini muncul dengan hapax legomena atau kekaburan aspek-aspek yang jarang dari jangkauan makna.
Kesimpulan :
METODOLOGI UNTUK STUDI LEKSIKAL
Metode ini memberikan suatu prespektif untuk memahami bagaimana seseorang menentukan makna kata dalam seiap kasus dan oleh karena itu metode ini akan menjadi suatu koreksi yang berharga bagi suatu penggunaan yang keliru atas kata-kata didalam khotbah-khotbah dan studi-studi alkitab :
I.       Menentukan kata-kata kunci didalam konteks
II.    Pelajari dengan seksama konteks tempat suatu kata muncul
III. Tentukanlah jangkauan makna dari suatu istilah
IV. Perhatikan apakah suatu kata digunakan terutama dalam kerangka pengertian atau rujukan
V.    Jika suatu istilah bersifat rujukan,pelajarilah istilah tersebut secara konseptual
VI. Jika suatu kata digunakan dalam kerangka pengertian,pelajarilah kata itu secara structural didalam keadaan sekitarnya
VII.                      Selidiki kembali jangkauan makna dalam pengertian kecenderungan penulis dan konteks dekat


                 
C.     LATAR BELAKANG SEJARAH DAN BUDAYA

Pengetahuan tentang latar belakang dapat mengubah khotbah yang berasal dari studi dua dimensi menjadi peristiwa sinematik tiga dimensi. Setiap cerita dan wacana Alkitab di dalam lingkungan budaya yang konkret dan ditulis untuk suatu situasi konkret. Eksegesis sejarah dan budaya berbeda dari kritik sejarah dalam hal menerapkan latar belakang kepada suatu perikop untuk lebih memehami maknanya, namun tidak digunakan untuk menentukan otensitas atau penambah editorial yang dilakukan terhadap teks itu.“Sejarah” merupakan aspek diakronis, berkaitan dengan lingkungan dimana para penulis Alkitab menghasilkan karya0karya mereka; Sejarah merujuk pada peristiwa dan waktu dimana wahyu suci dari Allah disampaikan. “Budaya” merupakan aspek sinkronis, merujuk kepada cara,k kebiasaan, aturan dan prinsipyang mewarnai masa tertentu dan membentuk lingkungan dimana orang-orang menjalani kehidupan mereka. Para penulis dapat menyampaikan (sastra profetik atau epistle dengan penekanan sejarah masa kini) maupun melukiskan (narasi sejarah dengan penekanan sejarah di masa lalu) situasi-situasi yang menjadi latar belakang. John Ellot mengatakan tugas dari pendekatan sosial ilmiah adalah untuk mempelajari (1) bukan hanya aspek-aspek sosial dari bentuk dan isi teks tetapi juga faktor-faktor pengondisi dan konsekuensi-konsekuensi yang dimaksudkan dari proses komunikasi itu….:(2) korelasi linguistic, sastra, theology (ideology), dan dimensi-dimensi sosial dari teks; dan (3) cara komunikasi tekstual ini sebagai refleksi dan respons kepada suatu konteks sosial dan budaya. Alat utama untuk menyingkapkan data ini adalah arkeologi. Arkeologi umumnya digunakan terutama bagi tujuan-tujuan apologetic untuk “membuktikan” otensitas dari kisah Alkitab. Akan tetapi ada bahaya besar menggunakan arkeologi untuk apologetika. Namun sebagian besar orang saat ini kelihatannya masih belum menyadari karya Kathleen Kenyon di tahun 1952-1958 yang memperlihatkan bahwa puing-puing banteng yang ditemukan Garstang sebenarnya yang dari periode yang lebih awal, yaitu suatu kota pada awal Zaman Perunggu yang dihancurkan oleh gempa bumi dan kebakaran 2300 SM (ketimbang 1400 SM menurut Garstang). Edwin Yamauchi membahas “sifat ketidakengkapan” dari buku dari arkeologis (1972:146-58). Dalam suatu rangkaian moral menurun, ia mempelajari sejauh mana bukti arkeologis dapat kita gunakan.
1.      Hanya potongan yang sangat kecil dari apa yang telah dibuat atau ditulis yang masih bertahan.
2.      Hanya sebagian kecil dari situs yang ada yang telah disurvei.
3.      Dari yang telah disurvei hanya sebagian kecil yang telah diekskavasi.
4.      Hanya sebagian kecil dari situs yang telah digali itu yang pernah diteliti, akibat biaya yang sangat tinggi dan jumlah waktu yang harus disediakan untuk melakukannya.
5.      Hanya sebagian kecil dari materi yang telah ditemukan dipublikasikan.



RANAH-RANAH UNTUK RISET
1.      Geografi. Perpindahan penduduk dan topografi dari suatu wilayah dapat menambah pemahaman yang luar biasa pada studi suatu perikop. Seperti yang dijelaskan Barry Beltzel, dalam banyak hal sejarah sendiri terikat dan dibatasi batasan-batasan geografis. Beltzel menyebutkan dua contoh dalam alkitab: pertama, suatu analisis tentang penaklukan Kanaan menunjukkan bahwa semua kota yang diserbu terletak di dataran tinggi, sementara dataran rendah menguasai lembah-lembah, dimana kereta-kereta perang orang Kanaan dapat menguasai setiap peperangan, tetap berada diluar kendali. Kedua, Yesus memilih kapernaum sebagai pusat pelananan-Nya di Galilea sebagian terkait dengan pertimbangan faktor-faktor geografis.
2.      Politik. Dalam mempelajari catatan-catatan sejarah (seperti sejarah Israel atau kehidupan Yesus) kita akan sangat terbantu jika kita mengetahui beberapa perkembangan politik di balik catatan-catatan itu. Untuk ulasan yang sangat bagus tentang teori-teori ilmiah sosial berkenaan dengan isu seperti asal-usul Israel, perkembangan dari kerajaan, tradisi nubuat, pembuangan dan kedudukan perempuan pada masa Israel kuno.
3.      Ekonomi. Setiap budaya dapat dijelaskan berdasarkan situasi sosioekonominya. Akan tetapi ada beberapa kesulitan dalam melacak latar belakang ekonomi dari wilayah manapun. Perkembangan dari ekonomi seminomaden pada patriak ke ekonomi agraris dari Israel mula-mula sampai ekonomi perdagangan dan situasi cosmopolitan pada periode Greko-Romawi menolong kita untuk memahami detail-detail dalam teks. Karena pertobatan mereka yang sebelumnya, maka situasi orang-orang Kristen ini dapat dipastikan lebih sulit. Di dalam suatu masyarakat yang menjujung rasa malu, penekanannya bukan pada mengumpulkan kekayaan, melainkan pada mempertahankan kehormatan nama keluarga.
4.      Militer dan perang. Istilah perang lebih dari tiga ratus kali didalam Perjanjian Lama saja, sebagian besar gambaran yang berkenaan dengan Allah sebagai penolong kita berasal dari metafora-metafora militer. Tidak ada wilayah lain didunia ini yang diperebutkan sedemikian hebatnya. Abraham mengalahkan empat raja dengan 318 orang laki-laki telah dikatakan tidak masuk akal dari sudut pandang militer. Daud mengalahkan kekuatan militer Aram yang cukup besar dengan tujuh ratus kereta perang ia tidak menyimpan kereta-kereta perang itu, kemungkinan ia merasa kekuatan kereta perang itu kurang bermanfaat bagi kekuatan militernya. Mereka meraih kemenangan berdasarkan taktik yang lebih unggul dan yang terutama adalah melalui campur tangan ilahi.
5.      Praktik-praktik budaya.
1.      Kebiasaan-kebiasaan keluarga. Kebiasaan kebiasaan keluarga seperti ritual pernikahan atau praktik-praktik pendidikan sangatlah penting. Misalnya, Israel mempraktikan endogami, menikah hanya dengan sesame orang Israel. Keluarga merupakan fokus fokus sampai periode setelah pembuangan ketika sinagoge mengambil suatu fungsi pendidikan.
2.      Kebiasaan-kebiasaan materi. Kebiasaan-kebiasaan materi (rumah,pakaian) juga dapat memberikan keterangan berharga. Misalnya, desa-desa orang Israel di seluruh periode Perjanjian Lama dari bahan-bahan dan hasil kerja yang kurang bermutu.
3.      Kebiasaan-kebiasaan setiap hari. Kebiasaan-kebiasaan setiap hari memiliki pengaruh lebih banyak bagi perikop-perikop Kitab suci ketimbang yang diperkirakan orang.
4.      Atletik dan rekreasi. Atletik dan rekreasi membentuk suatu bagian yang penting dari waktu bersantai bagi setiap orang, dan ini juga berlaku pada zaman alkitab.
5.      Musik dan seni. Musik dan seni merupakan salah satu usaha manusia yang paling mulia.
6.      Antropologi budaya. David deSilva memperlihatkan bagaimana matriks budaya untuk ide-ide alkitabiah itu esensial untuk memahami apa yang ada di belakang teks, khususnya didalam ide-ide dari dunia kuno tentang kehormatan rasa malu atau tahir-najis yang sangat asing bagi dunia barat.

6.      kebiasaan-kebiasaan religius. Kebiasaan-kebiasaan religius mengendalikan setiap aspek kehidupan sehari-hari bangsa Israel.















                                 KESIMPULAN
Jadi, dalam menafsir alkitab harus benar-benar mempelajari keseluruhan teks yang ada dan benar-benar memahami semua konteks yang ada, baik itu konteks sejarah maupaun konteks logis, ternyata kedua kedua konteks tersebut sebagai faktor yang paling mendasar dalam penafsiran. Dan selebihnya adalah dengan membuat bagan suatu kitab dan membuat diagram dari paragraf,serta mempelajari dengan benar tata bahasa yang ada contohnya seperti semantic yaitu kata-kata yang menyediakan bangunan dari makna, tata bahasa,  dsan sintaksis menyediakan rancangannya.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer